Pages

Kamis, 26 Januari 2012

Agar kata "cerai" tak terucap

Sering sekali saya mendengar berita perceraian. Baik itu artis, teman bahkan saudara saya sendiri. Kata-kata "cerai" seakan menjadi momok yang menakutkan bagi saya untuk melangsungkan pernikahan. Tapi akhirnya momok itu menjadi hilang entah kemana sejak saya mengenal seorang lelaki yang sekarang menjadi suami saya.  Cintanya yg tulus benar-benar mampu mengusir segala keraguan, segala ketakutan dll. Dia benar-benar membuatku yakin, bahwa bersamanya aku tak akan menjumpai kata-kata  "cerai". Hari demi hari setelah pernikahan saya lalui dengan bahagia. Sampai akhirnya saya melalui jalan bergeronjal. Saya dan suami tengah berselisih mengenai suatu hal. Saya mempunyai pendapat yang menurut saya benar. Suami saya pun punya pendapat yang menurut dia benar. Kami berdua saling kukuh gak ada yang mengalah. Akhirnya saya jadi berfikir, jika diantara kita berdua gak ada yang mau mengalah pastilah perselisihan ini gak akan ada ujungnya. Ego kita saat itu benar-benar sedang tinggi-tingginya. Maklum kita pengantin baru (baru saja melepas status "single"), masih muda, masih labil dan masih sama-sama emosional. Saya pun terdiam lama, sampe akhirnya saya lupa permasalahan ini berawal darimana. Meski saya lupa saya masih tetap marah (biasa perempuan suka lebay..pengennya diperhatikan, dirayu, dimanja, dimengerti), padahal saya gak tau marah untuk apa. Kadang seh pengen ketawa sendiri xixi. Maw minta maaf tapi gengsi, hmm...jadi berfikir mungkin begini ya awal perceraian itu. Berawal dari hal kecil lalu menjadi besar. Hal ini didukung pula dengan tidak adanya saling pengertian dari kedua belah pihak, sama-sama keras dan tidak ada yang mau mengalah. Lagi-lagi saya merasa beruntung mempunyai seorang suami yang sabar. Tidak seperti saya yang mudah meledak (kayak elpiji xixixi).  Dia selalu punya cara untuk memulai pembicaraan kami dengan baik. Entah dengan menggodaku, memanjakanku atau bahkan membelikan yang aku suka. Meski terkadang saya masih saja menggodanya dengan memasang tampang cemberut, yang artinya usaha dia untuk membujukku kurang berhasil (hahaha). Jahat ya??tapi saya paling suka bagian ini. Rasanya kalo melihat usaha suami merayu atau membujuk istri tuh seneng banged, seakan-akan kehadiran saya sebagai pendamping hidupnya benar-benar dibutuhkan. Hal ini seakan membuatku "terbang"  (hehe dramatis banged ya). Nah berdasarkan dari pengalaman tsb, saya bisa menyimpulkan (mohon dikoreksi ya kalo ada yang kurang berkenan) kalo  kata "cerai" tuh muncul ketika masing-masing pihak baik suami/istri merasa tidak saling dibutuhkan. Suami merasa bahwa istri tidak membutuhkannya, begitu pula sebaliknya. Alhasil masing-masing pihak merasa keberadaan mereka bagi pasangan mereka tidak ada artinya. So..buat para suami atau istri mari kita sama-sama memperbaiki diri. Mari kita bersama-sama menciptakan suasana yang membuat pasangan kita merasa dibutuhkan.Karena  kata "cerai" harusnya memang tidak ada di dalam kamus hidup kita. Kalaupun kata tersebut muncul, itu semua karena "kita". Kita yang membuat kata "cerai" itu hadir dalam hidup kita. Andai saja kita bisa lebih bersabar dalam menghadapi masalah. Andai saja kita mampu mengungkapkan rasa cinta kita terhadap pasangan, rasa betapa kita menginginkannya, betapa kita membutuhkannya. Ahhh...udah ah gak usah berandai-andai hehe. Buat sahabat bunda yuks mari kita sama-sama belajar menjadikan rumah tangga kita sakinah mawaddah warahmah :).

1 komentar:

Anonim mengatakan...

dan jgn lupa berdoa ya bund